MESIR Nama : masriansyah
NPM : 3010075
1.1.Kehidupan
sehari-hari Kelas
: 3.D
Patung yang menggambarkan kegiatan
masyarakat kecil Mesir Kuno.
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno
bekerja sebagai petani. Kediaman mereka terbuat dari tanah liat yang didesain
untuk menjaga udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki dapur
dengan atap terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling untuk
menggiling tepung dan oven kecil untuk membuat roti.Tembok dicat warna putih
dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan berupa linen yang diberi warna. Lantai
ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi dengan furnitur sederhana untuk duduk
dan tidur.
Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai penampilan
dan kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan menggunakan sabun
yang terbuat dari lemAK binatang dan kapur. Laki-laki bercukur untuk menjaga kebersihan,
menggunakan minyak wangi dan salep untuk mengharumkan dan menyegarkan kulit. Pakaian
dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna putih, baik wanita maupun pria
di kelas yang lebih elit menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian hingga mereka dianggap dewasa,
pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga
anaknya, sementara sang ayah bertugas mencari nafkah.
Musik dan tarian menjadi hiburan yang
paling populer bagi mereka yang mampu membayar untuk melihatnya. Instrumen yang
digunakan antara lain seruling dan harpa, juga instrumen yang mirip terompet
juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, bangsa Mesir memainkan bel, simbal,
tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia. Mereka juga
menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara
keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai macam
hiburan, permainan dan musik, salah satunya adalah Senet, permainan papan yang
bidaknya digerakkan dalam urutan acak. Selain itu mereka juga mengenal mehen.
Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan anak-anak, juga
permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan. Orang-orang
kaya di Mesir Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan Masakan.
1.2.Masakan Mesir
Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama
berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan dengan Masakan
Mesir Kuno. Makanan
sehari-hari biasanya mengandung roti dan bir, dengan lauk berupa sayuran
seperti bawang merah dan bawang putih, serta buah-buahan berbentuk biji dan
ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali
di kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan, daging, dan unggas
dapat diasinkan atau dikeringkan, serta direbus atau dibakar.
1.3.Arsitektur
Arsitektur Mesir
Kuno
Kuil Edfu adalah salah satu hasil karya
arsitektur bangsa Mesir Kuno.
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang
paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di Thebes . Proyek pembangunan dikelola dan
didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan,
maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun
struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi
dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun
masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan
kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di
rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit.
Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata
dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar
pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan
batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti
yang terletak di Giza ,
terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh
pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan
ruangan hypostyle gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi.Arsitektur
makam tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang
dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya
dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.
1.4.Seni
Seni Mesir Kuno
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk
berbagai tujuan. Selama 3500
tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada
masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus
diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh
aliran lain.Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang
datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman
spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di
tembok makam dan kuil, peti mati, maupun patung.
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan
batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral
seperti bijih besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga
atau arang (hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab
sebagai pengikat dan ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air
ketika hendak digunakan. Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di
pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan
Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan
sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha
menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi
bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada
waktu tertentu gaya
karya seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku
politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris.Salah satu contoh perubahan
gaya akibat adanya perubahan politik yang
menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna: patung-patung
disesuaikan dengan gaya
pemikiran religius Akhenaten. Gaya
ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke bentuk
tradisional setelah kematian Akhenaten.
1.5. Agama dan kepercayaan
.
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan
adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil
diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat
untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok
yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak
mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa
ketika itu.
Patung Ka dipercaya dapat menjadi tempat
bersemayam bagi mereka yang telah meninggal.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang
dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung
dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada
hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh
masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah
masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari
marabahaya. Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual
mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan,
tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle)
untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap
manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia juga
memiliki šwt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa),
dan nama. Jantung dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah
kematian, aspek spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati,
namun mereka membutuhkan tubuh fisik mereka (atau dapat digantikan dengan
patung) sebagai tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah
menyatukan kembali ka dan ba dan menjadi "arwah yang
diberkahi." Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan diadili,
jantung akan ditimbang dengan "bulu kejujuran." Jika pahalanya cukup,
sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritual.
Makam firaun dipenuhi oleh harta karun
dalam jumlah yang sangat besar, salah satunya adalah topeng emas dari mumi Tutankhamun.Adat pemakamanOrang Mesir Kuno mempertahankan
seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin
keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah :
proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan
mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat
dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh
mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi
keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu
mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai
menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan
mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh
menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam sarkofagus berupa batu empat
persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian
tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.
Anubis
adalah dewa pada zaman mesir kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi dan ritual
pemakaman. Pada gambar ini ia sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir
Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik
terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama
waktu tersebut secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal,
pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran
garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada
setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan
pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar
cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak
zaman Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih
menitikberatkan pada tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah
barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan
barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua
masyarakat tanpa memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku
kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang
dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat.Setelah pemakaman, kerabat
yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan
mengucapkan doa atas nama almarhum.
---------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar